Aku harus senang, atau sedih?
Pertemuan ketiga. "Mengapa excited sekali bertemu denganku?"
"Hanya aku yang begitu kok," jawabku ringan.
Pertemuan ketiga. "Mengapa excited sekali bertemu denganku?"
"Hanya aku yang begitu kok," jawabku ringan.
Aku melirik ke arah blackberry yang tengah ia keluarkan dari tasnya dan diletakkan di atas meja. Lalu aku mendengus pelan. Pikiran aneh mulai meracuni otakku. Berapa wanita yang ada di list BBM-nya? Enak sekali mereka yang bisa BBM-an setiap saat dengannya. Malangnya nasibku yang tidak punya blackberry.
Saat mengunjungi tempat bermain, aku menggila. Maaf, aku memang gamer freak. Game dance dan basketpun kuladeni berkali-kali. Setelah kelelahan, aku duduk dan mengambil selembar tisu untuk menghapus keringatku. Tidak lama, ia menghampiriku dan mengajakku bermain bersama. "Boleh," kataku mengiyakan. Lalu aku beranjak dari tempat duduk. "Eh, sebentar. Itu ada apa?" sambil menunjuk ke arah dahiku. Aku bingung dan dia mencoba untuk meraih sesuatu di dahiku. "E-eh? Apa?" Aku mencoba meraihnya sendiri secara reflek. Dan ia pun mengurungkan niatnya, "Sudah hilang."
Bodoh! Pikirku. Salah tingkah jadi begitu. Harusnya kan dia mengambilkannya seperti di drama-drama korea! Hiks.
Selesai bermain, ia berlalu dan kulihat tasnya masih tergantung jimat kecil berwarna biru. Sedangkan tasku? Setelah pertemuan kedua memang aku copot dari tasku. Tapi aku letakkan di atas tempat tidurku supaya menemaniku saat tidurku. Ya ampun, aku sudah gila ya? Tapi sebelum pergi tadi aku tidak lupa membawanya dan menaruhnya di kantung depan tasku. Memang tidak kupasang. Karena.. aku merasa tidak pantas. Tapi apa ia memperhatikan tasku atau tidak ya? Kalau ya bagaimana? Tapi rasanya mustahil.
Lalu harus bagaimana aku? Harus segera melupakannya dan menerima kenyataan pahit, atau tetap berusaha dan maju? Maju pun tidak mungkin. Sekali lagi, aku bukanlah tipenya. Mundur? Aku.. tidak bisa. Mungkin lebih tepatnya tidak mau. Aku harus bagaimana?
Comments
Post a Comment